(foto).Azlan Hasla Rao, Pendiri dan Pemimpin Redaksi Media TARGET BUSER Grup Sumatera duduk bersama dengan sahabat TUMIRAN ,- Dewan Redaksi
Eksekusi Narkoba : Diantara Opini dan Kenyataan
Oleh : Azlan Hasla Rao *Dan Sahabat, Tumiran –
BERULANG Kali aparat berhasil menangkap bandar narkoba, ini sebuah perspektif yang selalu mendapat liputan luas pers, tapi prestasi ini rupanya tidak punya hubungan dengan menurunnya angka pengguna narkoba. Benda jahat itu tetap saja merajalela, semakin deras bagaikan air bah memporak-porandakan dan menghancurkan anak bangsa.
Bahkan narkoba beredar dengan amannya, justru di tempat yang tertutup dan di jaga rapat dan super ketat seperti penjara, sebuah masalah yang sulit dijelaskan dengan logika, namun tetap dalam realitas sebagai barang yang ilegal.
Tentulah narkoba merupakan komoditas yang menguntungkan, seperti hukum ekonomi yang mengatakan terbatasnya persediaan, maka naiklah permintaan, naiknya harga dan pasar itu pastilah bergerak ke negara yang permintaannya tinggi.
Boleh suka atau tidak, Indonesia adalah pasar yang memenuhi perspektif itu dan merupakan sasaran “empuk” bagi warga negara lain yang memasarkan benda jahat ini, karena dengan jumlah penduduk terbesar di dunia dan pengguna narkobanya terus meningkat drastis hingga sulit terbendung dan terberantaskan.
TETAP Inilah negeri yang sangat keras, justru sangat keras memperlakukan narkoba. Padahal, inilah barang yang bukan saja menimbulkan ketergantungan, melainkan juga menghancurkan semua aspek terbaik dari seorang anak manusia (anak bangsa — red ).
Bacalah undang-undang yang mengatur prihal narkoba, maka nyatalah hukum itu begitu rumit, begitu detail, tetapi justru dalam kerumitan dan kerinciannya itulah membuka lebar “pintu” untuk meringankan hukuman bahkan “lolos” dari jerat hukum. Bahkan hukum itu juga yang membuat kategori dan klasifikasi kejahatan narkoba semakin abstrak.
Misalnya dipilah-pilah pula apakah tindak pidana itu didahului dengan pemufakatan jahat, dilakukan secara terorganisasi ataukah dilakukan secara korporasi. Terbayanglah habis waktu polisi dan jaksa untuk mengumpulkan data maupun bukti tersebut.
APAKAH dilakukan secara terorganisasi ??? Karena sulit membuktikan kejahatan terorganisasi, maka bisa saja menjadi permufakatan jahat atau malah pengedar biasa. Begitu biasa.
Sungguh undang-undang prihal tentang narkoba yang demikian canggihnya, sehingga menyediakan lubang dan ruang bagi hukuman ringannya bahkan lolosnya pelaku kejahatan. Sebab aparat dituntut harus jeli melihat “bulu” pelaku, membedakan bandar, pengedar dan pengguna (pemakai – red ). Sebuah predikat yang tergantung tafsir dan kejelian aparat polisi, jaksa dan hakim.
Bandar bisa turun pangkat menjadi pengedar dengan begitu turunlah pula berat hukuman, kemudian pengedar bisa diringankan pemakainya menjadi, tentu turun lagi tonase hukumannya menjadi lebih ringan. Akhirnya giliran pemakai, apalagi kalau bukan bebas atau mendekam di balik terali besi dengan hukuman ringan karena jumlah tonase (barang bukti) nya juga ringan.
TENTU ada pula yang di vonis mati, tapi ini bukan pula menambah bulu kuduk pelaku berdiri dan takut. Keadaan justru semangkin runyam, meski eksekusinya terus berjalan satu persatu. Setelah korupsi, narkoba adalah kejahatan yang paling parah di negeri yang lembut ini.
Sadarlah……… kejahatan Inilah yang akan menghabiskan masa depan anak bangsa karena meluasnya penduduk negeri yang menjadi korban, dan tidak tersembuhkan.
Untuk mengatasinya, harus dikatakan bangsa yang lembut ini perlu belajar dari ketegasan negara tetangga Singapura dan Malaysia. Kenapa? Kata orang di sana takut luar biasa menggunakan narkoba. Maka lupakankah semua kategori, buang semua kecanggihan membuat klasifikasi pelaku kejahatan narkoba.
Pakailah kaca mata bendi. Agar tidak pandang bulu. Lalu lakukan EKSEKUSI MATI.
*Pemimpin Redaksi TARGET BUSER Sumatera Group